Angka Kekerasan Anak masih Terjadi Selama Pandemi, PKSAI Jadi Solusi

“Jumlah serupa pada tahun lalu terjadi di bulan Desember 2019. Ini masih Agustus sudah mencapai 12.855 kasus yang melibatkan anak,” kata Kanya.

Angka Kekerasan Anak masih Terjadi Selama Pandemi, PKSAI Jadi Solusi

SURABAYA, HARIANBANGSA.net - Selama masa pandemi Covid-19 angka kekerasan anak masih terus meningkat. Butuh koordinasi berbagai pihak untuk bisa mencegah serta menangani kasus yang membelit anak. Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementrian Sosial RI Kanya Eka Santi menuturkan, sepanjang pandemi Covid-19 ini jumlah kekerasan anak di Indonesia mengalami peningkatan. Tercatat sampai akhir Agustus 2020 saja sudah ada 12.855 kasus yang melibatkan anak.

“Jumlah serupa pada tahun lalu terjadi di bulan Desember 2019. Ini masih Agustus sudah mencapai 12.855 kasus yang melibatkan anak,” kata Kanya ketika Webinar Pengembangan PKSAI di Jawa Timur yang digelar LPA Tulungagung bersama UNICEF, Kamis (10/9).

Dia melanjutkan, kasus yang melibatkan anak itu terbagi dalam berbagai jenis, salah satunya anak yang berhadapan dengan hokum, anak korban kejahatan seksual, ada juga anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

“Ada juga anak terdampak Covid-19 dan anak korban kekerasan fisik serta psikis,” ungkap dia.

Dalam situasi ini, katanya, memang dibutuhkan pelayanan terpadu dan bisa menjangkau seluruh warga. PKSAI bisa menjadi salah satu solusi yang bisa dihadirkan di berbagai daerah. Sehingga di pusat ada penanganan didukung upaya keras di daerah melalui PKSAI.

Kepala Dinas Sosial Jawa Timur, Alwi menjelaskan, data kekerasan anak memang meningkat tiap tahun. Peningkatan itu sebagian besar didominasi hal-hal yang berkaitan dengan pelecehan seksual, pencurian, dan perkelahian.

“Situasi ini perlu layanan khusus. Terutama pendampingan kepada pelaku, korban dan sanksi. Dan semua ini butuh layanan khusus seperti PKSAI,” katanya.

“PKSAI membuat struktur yang lebih jelas. Karena ada sumber solusi untuk bisa berkolaborasi bersama. Baik itu dari Dinsos, PPA, Diknas, Kesra, PPT, LSM, Kemenag, LPKS dan tokoh agama dan tokoh masyarakat,” ungkapnya.

Makanya, lanjutnya, ada layanan ideal yang bisa dilakukan mulai dari  pencegahan seperti kampanye, kesadaran, pendidikan, menggandeng media, parenting, dan edukasi menyeluruh.

Perkembangan PKSAI tiap tahun juga terus meningkat. Dimulai sejak 2005, saat ini sudah ada 7 PKSAI yang ada di Jatim dan tersebar di berbagai daerah seperti Kab Tulungagung, Kab Jombang, Kab Pasuruan, Kab Sidoarjo, Kab Kediri, Kota Pasuruan, dan Kab Trenggalek. 

Kepala Perwakilan UNICEF untuk Pulau Jawa Arie Rukmantara menuturkan, pandemi Covid-19 menjadi tantangan baru bagi semua pemangku kepentingan PKSAI, terutama dalam mendeteksi berbagai risiko kerentanan yang akan terjadi kepada anak. Ketika awal pandemi datang,  respon yang diberikan oleh masyarakat belum sistematis, bahkan kental dengan sentimen kepanikan.

“Nah, setelah enam bulan ini sudah mulai terstruktur cara kita merespon pandemi. Kita tahu cara mencegahnya dengan protokol kesehatan yang ketat, patuh dan disiplin,” jelasnya.

Arie menambahkan, diketahui juga berbagai sistem perlindungan kesehatan yang lain, seperti memastikan asupan nutrisi anak terjaga, serta imunisasi dasar anak harus lengkap.

“Berikutnya, perlindungan anak harus dilakukan bersama-sama kembali. Community Parenting dan kolaborasi bisa menjadi solusi,” imbuhnya.

“PKSAI adalah pilihan yang membantu efisiensi waktu, karena semua berkoordinasi di satu tempat. Dan aman covid-19, karena pihak terkait, terutama korban dan keluarganya, dapat mendapatkan pelayanan di satu tempat. Tidak perlu banyak bepergian,” pungkasnya.(mid/ns)