Pengelolaan Perhutanan Sosial di Jawa Timur, 3 Kelompok IPHPS Bojonegoro Jadi Pilot Project Kementerian LHK

“Lokasi ini merupakan salah satu pilot project pengelolaan Perhutanan Sosial selain Desa Babad dan Desa Pejok, Kecamatan Kedungadem,” ujar Eka Widodo Soegiri.

Pengelolaan Perhutanan Sosial di Jawa Timur, 3 Kelompok IPHPS Bojonegoro Jadi Pilot Project Kementerian LHK

Bojonegoro, HB.net - Tenaga Ahli Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Eka Widodo Soegiri meninjau kegiatan rehabilitasi lahan di area Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) Desa Napis, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro. Dalam peninjauan juga dilakukan penanaman bibit produktif dan kehutanan bersama Kepala BPDAS Solo dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur.

“Lokasi ini merupakan salah satu pilot project pengelolaan Perhutanan Sosial selain Desa Babad dan Desa Pejok, Kecamatan Kedungadem,” ujar Eka Widodo Soegiri.

Pada Tahun 2022, BPDAS Solo telah memberikan dukungan kepada 3 pemilik izin IPHPS di area IPHPS di Kabupaten Bojonegoro.  Rinciannya, bibit sejumlah 121.500 batang yang terdiri dari bibit tanaman produktif berupa sirsat, alpukat, mangga, dan matoa sejumlah 22.000 batang. Sedangkan bibit yang berasal dari persemaian permanan sejumlah 99.500 batang berupa jati, balsa dan lamtoro. Selain itu juga  pupuk 300 paket, bahan gubuk sejumlah 3 unit dan bahan papan nama sejumlah 3 unit.

“Kelompok pemegang izin IPHPS sudah diberikan akses untuk mengelola kawasan hutan, sehingga perlu komitmen bersama untuk mewujudkan hutan lestari dengan pengelolaan agroforestry komplek yang mampu membawa kesejahteraan untuk kelompok IPHPS,” terang Eka Widodo Soegiri.

Pada kesempatan lain strategi pengelolaan hutan dengan JIP (Jagung, Ikan dan Pohon) perlu diterapkan di area IPHPS.

“JIP yang dimaksud adalah, J: jagung  itu simbol makanan pokok yang bisa dimakan sehari-hari. Artinya hutan diharapkan mampu memproduksi tanaman pangan yang menyokong sumber pangan petani yang memberikan nilai ekonomi yang cukup tinggi. I artinya Ikan,  simbol makanan bergizi yang dibutuhkan petani. Sedangkan P adalah pohon yang dapat berupa tanaman buah-buahan dan kayu,” tambah Eka Widodo.

Kelompok IPHPS diharapkan mampu menangkap peluang kebutuhan masyarakat untuk back to nature .  Pengelolaan area IPHPS selain berorientasi dari hasil kayu (daur panjang) juga bisa memanfaatkan hasil hutan lainnya seperti buah dan pengembangan desa wisata yang berbasis alam.

Dalam kesempatan lain, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur,  menghimbau pada pemegang izin IPHPS untuk mampu berinovasi dan membuat rencana pengembangan yang komprehensif sehingga menciptakan kluster pengembangan komoditas unggulan yang tidak hanya dinikmati dalam jangka panjang, akan tetapi dapat juga dinikmati ekonomi dalam jangka pendek.

“Ketika tanaman sudah tumbuh harapannya dapat menjadi sentra produksi buah dan kayu serta pariwisata. Jadi sambil menunggu hasil dari tanaman berdaur panjang, produk tanaman buah-buahan sudah dapat dinikmati sehingga cash flow nya jalan. Kegiatan penanaman di area  IPHPS ini diharapkan dapat berhasil sehingga memberikan manfaat secara ekologi dan mampu memberi sedekah oksigen,” pungkasnya. (mad/ns)