Raperda KTR Dinilai Diskriminatif

Usulan Raperda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) mendapat resistensi dari anggota Fraksi NasDem DPRD Jatim Deni Prasetya.

Raperda KTR Dinilai Diskriminatif
Deni Prasetya, anggota DPRD Jatim Fraksi NasDem.

Surabaya, HARIANBANGSA.net - Usulan Raperda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) mendapat resistensi dari anggota Fraksi NasDem DPRD Jatim Deni Prasetya. Mengingat dalam subtansi regulasi itu terkesan diskriminatif, yakni melarang orang merokok di tempat umum. Tetapi tidak menyediakan tempat khusus bagi perokok.

Deni mengapresiasi atas diusulkannya Raperda KTR. Namun Raperda KTR harus diperjelas, karena dikhawatirkan muncul pemahaman dari masyarakat, bahwa tidak diperbolehkan membawa rokok di tempat umum yang telah diatur regulasi.

"Padahal cuma asapnya yang tidak boleh. Paling tidak muncul nama kawasan tanpa asap rokok (Katar). Beda lagi KTR,  nanti muncul persepsi kalau bawah rokok kena sanksi. Seperti di rumah sakit, puskesmas, tempat kerja, sekolah ibadah," ujar Deni, dalam keterangannya, Rabu (27/3).

Politikus NaDem asal dapil V Jember-Lumajang itu menegaskan, dalam Raperda KTR pemerintah harus juga memikirkan nasib para perokok. Salah satunya adalah menyediakan tempat khusus untuk para perokok

"Bagaimana yang suka merokok. Saya kira kalau berada di rumah sakit pasti sadar dengan sendirinya dengan tidak merokok. Kalau di tempat keramaian seperti mall saya kira perlu adanya tempat yang disiapkan untuk tempat khusus untuk merokok," ucapnya.

Kebutuhan rokok bagi perokok tidak bisa dihindari. Hal ini tentunya berkaitan dengan daerah penghasil tembakau terbesar yakni Jember dan Madura. Deni mencontohkan, logo Pemkab Jember menampilkan gambar tembakau. Mengingat Jember salah satu daerah penghasil tembakau terbesar. Tak hanya itu saja, gambar tembakau juga dibuat corak batik karena menjadi kearifan lokal.

"Karena tidak menutup kemungkinan di Jatim seperti di Jember, logo pemkab ada gambar tembakau. Bahkan logo batik ada gambar tembakau. Ini kearifan lokal," terangnya.

Deni tidak ingin petani tembakau gulung tikar karena jumlah penikmat rokok berkurang. Mengingat pemerintah tidak memfasilitasi perokok.

Deni meminta Bapemperda mengkaji ulang terkait hadirnya Raperda KTR. Hal yang terpenting adalah tidak mengurangi rasa sosial bagi pencinta rokok. Seandainya Raperda disahkan menjadi perda, pemerintah provinsi harus menyediakan tempat untuk perokok.

Pria yang duduk di Komisi D DRPD Jatim itu menyampaikan poin yang terpenting adalah 38 kabupaten-kota mengikuti Perda KTR dengan membuat regulasi turunannya. Kabupaten-kota bisa membuat Perda terkait juklaknya KTR

"Jangan sampai provinsi bikin raperda dan tidak dilanjutkan oleh kabupaten kota. Ini akan menjadikan macan kertas saja. Dan saling lempar karena dianggap ranah provinsi. Padahal yang detail pelaksanaannya ada di kabupaten kota.

Deni kembali mengingatkan kembali agar Raperda KTR dikaji kembali terkait ketersediaan tempat perokok karena kabupaten kota itu pendapatan asli daerah dari cukai. Apalagi di Jatim ada pabrik besar penghasil rokok. (mdr/rd)