Bapemperda DPRD Jatim Inisiasi Raperda KTR di Jawa Timur

Bapemperda DPRD Jatim Inisiasi Raperda KTR di Jawa Timur
Pimpinan Rapat Hj. Anik Maslachah, serta Pimpinan Dewan, H. Anwar Sadad dan Mayjen  (purn) TNI Istu Hari Subagio. foto: humas dprdjatim

Surabaya, HB.net - Para penikmat tembakau atau perokok di Jawa Timur semakin dipersempit ruang geraknya. Masyarakat Jawa Timur nantinya tidak bisa bebas merokok di tempat umum. Mengingat ada tempat-tempat yang dijadikan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Regulasi KTR itu nanti akan dituangkan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Jawa Timur. Mengingat saat ini Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jawa Timur menginisiasi Raperda KTR.

Juru bicara Bapemperda DPRD Jatim, Umi Zahrok mengatakan, selama ini rokok berisiko membuat terganggunya kesehatan. Bahkan bisa berakibat kematian. Pakar kesehatan menyebut paling bahaya adalah perokok pasif karena terpapar asap rokok secara terus menerus. Dimana perokok pasif mencapai 75 persen. Sementara 25% dirasakan oleh perokok aktif karena adanya filter pada ujung batang rokok.

"Ada 4000 senyawa kimia yang berbahaya dalam rokok seperti sianida, tar, arsenik, benzene, dan berbagai senyawa berbahaya lainnya yang dihirup oleh perokok aktif," ujar Umi Zahrok, saat menyampaikan nota penjelasan Raperda Kawasan Tanpa Rokok, Senin 18 Maret 2024.

Umi Zahrok menegaskan, pembentukan Raperda KTR bukan bertujuan melarang orang merokok. Tetapi bersifat  untuk mengendalikan perilaku orang agar tidak merokok dalam KTR. Masyarakat hanya boleh merokok di tempat yang telah disediakan.

"Rokok memang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan. Namun memiliki kontribusi terhadap kegiatan ekonomi Masyarakat dan pendapatan negara," tuturnya.

Umi Zahrok menyebut KTR salah satunya tempat pelayanan kesehatan,tempat belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum lainnya.

Berdasarkan data Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan disebutkan bahwa jumlah pabrik rokok yang terdaftar di wilayah Jawa Timur Tahun sampai tahun 2022 terdapat sebanyak 754 pabrik dengan jenis produk hasil tembakau yang paling banyak adalah sigaret kretek tangan (SKT), Sigaret Kretek Mesin (SKM), Tembakau Iris (TIS), Rokok Elektrik (REL), homogenized tobacco leaf (HTL), sigaret putih mesin (SPM), rokok daun/klobot, cerutu, dan sigaret putih tangan (SPT).        

Jumlah pabrik rokok di Madura sendiri yang beroperasi sampai dengan Desember 2022 terdapat sebanyak 108 pabrik dengan total produksi rokok sebanyak 3.323.403.840 batang. Besarnya produksi rokok di Jatim telah memberikan kontribusi terhadap realisasi penerimaan cukai tahun 2022 sebesar Rp135,16 triliun atau 102,6% dari target yaitu sebesar Rp131,67 triliun.

Pengendalian perilaku merokok dalam Perda KTR memang dimaksudkan untuk mempertahankan aspek ekonomi dan kontribusinya terhadap pendapatan negara yang bersumber dari cukai rokok. Namun, yang lebih penting dari aspek ekonomi dan kontribusinya terhadap pendapatan negara adalah pemenuhan hak setiap orang untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat

Anggota Fraksi PKB itu membeberkan, WHO mencatat risiko peningkatan penderita kanker paru-paru pada perokok pasif mencapai 20—30% dan risiko penderita penyakit jantung sebanyak 25-35%. Akibatnya konsumsi rokok dapat mengakibatkan impotensi, emfisema, stroke, bronkitis kronik, pneumonia, hipertensi, TBC, dan gangguan kehamilan.

"Besarnya angka perokok di Indonesia menjadi faktor terhadap besarnya angka kematian," tuturnya.

Menurut data Institute Health Metric and Evaluation (IHME) Tahun 2017, angka kematian nasional akibat rokok adalah 88 orang tiap 100.000 orang. Namun sebanyak 10 provinsi, berada di atas rata-rata kematian nasional, termasuk provinsi Jawa Timur sebesar 114 orang tiap 100.000.

Hal ini diperparah dengan studi yang menemukan bahwa 97 juta penduduk Indonesia yang tidak merokok/perokok pasif terpapar asap rokok secara terus-menerus.

Sesuai dengan data Riskesdas 2018 bahwa perokok pasif di Provinsi Jawa Timur sangatlah besar karena terdapat sebanyak 81,8% perokok di dalam gedung dan yang merokok dalam ruang tertutup dimana ada orang lain disekitarnya, seperti didalam rumah sebanyak 30,8%.

"Besarnya angka konsumsi rokok di Indonesia belum mengalami penurunan," tuturnya.

Berdasarkan data Riskesdas dari 2007 sampai 2018 bahwa Angka perokok remaja menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan perokok remaja, terutama perokok wanita.

Usia pertama kali merokok tertinggi ada pada rentang usia 15-19 tahun yaitu sebebsar 52,1% dan usia 10--14 tahun sebesar 23,1%. Artinya sejak SD dan SMP sudah banyak remaja yang mulai merokok. Bahkan sebesar 2,5% sudah merokok sejak usia 5-9 tahun.

Sementara itu, menurut Laporan BPS bahwa persentase penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang merokok selama sebulan terakhir sebesar 28,62% pada 2023. Persentase tersebut meningkat 0,36% poin dari tahun 2022 yang sebesar 28,26%. Lampung menjadi provinsi dengan persentase penduduk merokok paling tinggi di Indonesia, yakni 34,08%.

"Posisi kedua ditempati Nusa Tenggara Barat dengan angka 32,79% dan posisi ketiga Provinsi Jawa Barat sebesar 32,78%," paparnya.

Sementara, Bali menjadi wilayah dengan persentase penduduk merokok paling sedikit, yakni 18,9%. Untuk Provinsi Jawa Timur adalah sebesar 28,83%.

Bardasarkan data BPS Jawa Timur Tahun 2022 bahwa rata-rata jumlah Batang Rokok Per Minggu yang dihisap Penduduk Jawa Timur Usia 5 Tahun ke atas adalah sebanyak 76,63 atau sehari bisa menghisap sebanyak 11 Batang Rokok.

Jika harga rokok di Jawa Timur adalah Rp2000 per batang, ini berarti perokok di Provinsi Jawa Timur menghabiskan Rp21.800,- per hari untuk membeli rokok atau sebulan sebesar Rp654.800 dan setahun Rp7.848.000. Daerah di Jawa Timur yang paling banyak jumlah batang rokok yang dikonsumsi per minggu adalah Kabupaten Bangkalan sebesar 117,17 dan Kabupaten Situbondo sebesar 102,42.

Di sisi lain, hasil kajian Lembaga Tembakau Jember, rokok juga memberi keistimewaan bagi negara, diantaranya menjadi penyumbang besar pendapatan negara. Baik dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Daerah Retribusi Daerah (PDRD). Belum lagi dari hasil ekspor dan bea masuk sektor rokok yang nilainya juga besar.

Satu hal lagi yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun mengenai keistimewaan sektor rokok dalam menyerap tenaga kerja yang besar. Siapapun pemerintahannya, pasti mengakui bahwa ada penyerapan tenaga kerja yang besar pada sektor rokok.


Hj. Umi Zahrok, juru bicara Bapemperda DPRD Jatim saat membacakan nota penjelasan Raperda Kawasan Tanpa Rokok. foto: humasdprdjatim

Jumlah tenaga kerja untuk industri rokok secara keseluruhan melibatkan sebanyak 6,1 juta orang. Tentunya ini adalah angka kasarnya saja yang kalau mau diteliti lebih lanjut dari hulu ke hilirnya kita pasti akan menemukan angka yang lebih besar lagi jumlahnya. Dari hulu misalnya, jumlah petani tembakau dan cengkeh saja, berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan, Kementerian Pertanian menunjukan jumlahnya sudah hampir 3 juta Rumah Kepala Keluarga (KK).

Belum lagi berbicara di sektor pengolahannya, sirkulasi, pedagangnya, hingga pekerja advertising dan medianya. Hanif Dakhiri saat menjadi Menteri Ketenagakerjaan pun menyebutkan bahwa jumlah pekerja sektor rokok lebih dari enam juta. Dari pertanian tembakau sampai industri rokok. Distribusi dan segala macamnya. Jumlah pekerja dalam industri rokok, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga memperkirakan sekitar 6,1 juta orang pekerja di dalamnya.

Industri rokok yang juga disebut sebagai Industri Hasil Tembakau (IHT) ini telah membentuk rangkaian lapisan pekerja, mulai dari perkebunan dan pengolahan tembakau sampai industri rokok. Sebagian besar pekerja terserap dalam industri kecil yang masih menggunakan tangan atau sigaret kretek tangan (SKT). Lapisan ini masih ditopang dengan pekerja dagang untuk memasarkan tembakau dan rokok baik untuk pasar domestik (domestic demand) maupun pasar ekspor.

Maka tak heran jika pemerintah selalu menegaskan apabila sektor rokok ini mati akan berdampak signifikan kepada ketenagakerjaan di Indonesia. Dan penyerapan tenaga kerja yang besar inilah selalu menjadi pertimbangan pemerintah dalam setiap perbincangan terkait sektor rokok.

Dari sejumlah alasan tersebutlah yang menjadikan rokok dipandang strategis dan istimewa bagi negara. Jika sektor rokok ini mati diakibatkan oleh kampanye pengendalian tembakau yang semakin hari makin massif, maka keistimewaan rokok bagi negara akan hilang. (mdr/ns)