Kasus Migor, Masuk Fase Tanggapan Terlapor

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar sidang majelis pemeriksaan pendahuluan yang kedua atas perkara No. 15/KPPU-I/2022

Kasus Migor, Masuk Fase Tanggapan Terlapor
Kepala Kanwil IV KPPU Dendy Rakhmad Sutrisno saat press conference.

Surabaya, HARIANBANGSA.net - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar sidang majelis pemeriksaan pendahuluan yang kedua atas perkara No. 15/KPPU-I/2022 tentang dugaan pelanggaran pasal 5 (penetapan harga) dan pasal 19 huruf c (pembatasan peredaran/penjualan barang) UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam penjualan minyak goreng (migor) kemasan di Indonesia (perkara minyak goreng).

Kali ini sidang diagendakan mendengar tanggapan dari para terlapor atas laporan dugaan pelanggaran (LDP) yang telah  disampaikan investigator penuntutan KPPU pada sidang majelis pemeriksaan pendahuluan sebelumnya (20 Oktober 2022).

Kepala Kanwil IV KPPU Dendy Rakhmad Sutrisno menjelaskan, fase penyampaian tanggapan dari para terlapor sangat menentukan arah persidangan selanjutnya. Berdasarkan Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2019, terdapat 2 opsi bagi para terlapor dalam menanggapi LDP.

"Pertama para terlapor dapat menolak dugaan yang disampaikan oleh investigator penuntutan pada LDP yang telah dibacakan pada pemeriksaan sebelumnya, atau para terlapor dapat melakukan perubahan perilaku, namun harus disetujui oleh semua terlapor," terang Dendy, Senin (7/10).

Dari 27 terlapor, 3 di antaranya ada di wilayah Jatim, yakni PT Batara Elok Semesta Terpadu di Gresik, PT Megasurya Mas di Sidoarjo dan PT Karya Indah Alam Sejahtera, Surabaya.

"Hasil dari ini nanti menentukan proses selanjutnya. Kalau mereka kompak mengakui berarti bisa opsi perubahan perilaku. Tapi syaratnya harus semua, kalau salah satu tidak bisa," ujarnya.

Bila tidak sepakat, lanjut ke pemeriksaan lanjutan. Dendy juga menjelaskan, disamping penegakan hukum KPPU ingin memberi solusi agar pelaku usaha bisa memberi ruang pelaku usaha kecil supaya konsumen tidak ketergantungan dengan pelaku usaha besar.

"Andai koperasi bisa bikin, paling tidak masyarakat bisa ada opsi dibanding menunggu perusahaan besar. Masak iya terus terkatrol sama harga internasional," pungkasnya. (diy/rd)