Mahasiswa ITS Konversikan Kapal Perintis Jadi Semi Rumah Sakit

Guna membantu mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia, empat mahasiswa Departemen Teknik Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang tergabung dalam Tim Doa Ibu, berhasil membuat inovasi kapal transporter untuk layanan medis.

Mahasiswa ITS Konversikan Kapal Perintis Jadi Semi Rumah Sakit
Dari kiri ke kanan anggota Tim Doa Ibu terdiri atas Haritz Azzarie, Novi Anggia, dan Fadilla Rafiansyah Anwar menunjukkan prototype konversi kapal rumah sakit untuk pasien Covid-19.

Surabaya, HARIAN BANGSA.net - Guna membantu mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia, empat mahasiswa Departemen Teknik Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang tergabung dalam Tim Doa Ibu, berhasil membuat inovasi kapal transporter untuk layanan medis.

Inovasi tersebut diganjar dengan prestasi tertinggi dalam ajang Lomba Aplikasi Inovatif dan Inspiratif (LAI2) Covid-19 dengan menyabet juara 1 pada sublomba Kapal Transporter.

Adalah Michael Wei, Haritz Azzarie, Novi Anggia dan Fadilla Rafiansyah Anwar yang menggagas ide konversi kapal perintis semi rumah sakit tersebut. Inovasi baru ini merupakan desain konversi dari kapal perintis bernama KM Sabuk Nusantara 99.

“Kapal perintis ini dipilih sebab secara owner requirements dirasa sudah paling tepat untuk dilakukan konversi,” ungkap Michael Wei selaku ketua Tim Doa Ibu, Senin (3/8).

Michael mengungkapkan bahwa ide tersebut diangkat dari kurangnya fasilitas penanganan pasien Covid-19 dan adanya beberapa kapal yang difungsikan untuk rumah sakit. Atas dasar dua hal tersebut, muncul ide konversi kapal perintis yang dilengkapi dengan fasilitas medis.

“Konversi kapal ini bertujuan untuk mengefisiensikan waktu produksi pembangunan kapal dalam jumlah banyak, sebab penanganan Covid-19 harus dilakukan dengan cepat,” tambahnya.

Menurut Michael, konversi kapal ini tidak dilakukan secara keseluruhan pada bagian kapal. Sehingga perencanaan desain konversi yang diterapkan menggunakan konsep  alteration, yakni konversi pada kapal tidak memengaruhi karakter dari kapal yang dikonversi. “Jadi kapal yang kami konversi tetap memiliki fungsi lama, baik itu sebagai pengangkut penumpang maupun logistik,” terangnya.

Lebih lanjut soal konversi, Michael menuturkan, konversi yang dilakukan hanya pada sebagian maindeck (geladak utama) dan crewdeck yang diubah untuk dijadikan fasilitas penanganan pasien Covid-19. Untuk maindeck, bagian yang dikonversi terletak pada sebagian area penumpang yang memiliki luasan kurang lebih 236 meter kubik. Yakni dijadikan sebagai fasilitas penanganan medis mulai dari kamar pasien, tempat pengolahan limbah medis, ruangan oksigen, kamar tidur perawat dan dokter, serta kebutuhan-kebutuhan lainnya terkait penanganan Covid-19. Sedang untuk crewdeck, kamar first class yang dikonversi menjadi akses embarkasi.

Selain itu, sambung Michael, inovasi lainnya yang dilakukan adalah partisi ruangan penanganan Covid-19 agar ruangan-ruangan lain pada kapal perintis tidak terkontaminasi. Ditambah penerapan Negative Room Pressure yang diintegrasikan juga dengan High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter standar medis yang dimaksudkan untuk memastikan ruangan-ruangan lain pada kapal dalam kondisi sangat aman.

“Desain kapal kami ini juga terdapat box crane yang berfungsi untuk mengangkut pasien Covid-19 dengan keterbatasan seperti pemakai kursi roda,” imbuhnya.

Michael mengatakan, letak keunggulan dari inovasi ini yaitu pada konversi kapal perintis yang dilakukan beberapa modifikasi agar waktu pembangunan kapal yang lama bisa dipangkas menjadi lebih singkat, sehingga dapat meminimalisir biaya. Namun tetap mempertimbangkan desain yang efektif, efisien, dan ergonomis berdasarkan beberapa desain referensi dari rumah sakit, dan juga fasilitas perawatan lainnya. Baik yang berbentuk bangunan darat, ataupun bangunan di kapal.

 “Jadi kami unggul dengan memperhitungkan aspek waktu pembangunan, sedang yang lain hanya membuat desain kapal dengan owner requirements yang ada tanpa mempertimbangkan aspek lain,” ujarnya.

Dalam pengerjaannya sendiri, Tim Doa Ibu hanya menyelesaikan produk inovasi ini dalam dua bulan. Dalam jangka waktu tersebut, mereka membagi pekerjaan mulai dari pemodelan kapal, perhitungan teknis, serta instalasi ventilasi pada kapal dengan bantuan bimbingan dosen Departemen Teknik Perkapalan ITS, yakni Dr Eng Yuda Apri Hermawan ST MT.

Saat ditanya kendala, mahasiswa kelahiran Batam ini menjabarkan bahwa kendala terbesar yang dialami tim adalah masalah jarak. Sebab keempatnya berasal dari daerah yang berbeda-beda. “Jadi saat komunikasi dan diskusi perihal lomba ini sedikit terkendala ditambah kurangnya media diskusi dan penentuan waktu diskusi akibat dari daerah asal yang berbeda dan kesibukan masing-masing,” bebernya.

Di akhir, mahasiswa angkatan 2017 ini berharap, inovasi konversi kapal perintis buatannya ini dapat disempurnakan lagi dengan desain inovasi-inovasi lainnya yang dapat diterapkan dan dilengkapi ke kapal transporter milik timnya.

“Lomba ini menjadi batu loncatan untuk saya dan tim sebagai mahasiswa, khususnya di bidang maritim, untuk bisa berkarya lebih baik lagi dalam situasi pandemi seperti ini,” pungkasnya.(rd)