"Ngopi Sepuluh Ewu, Cara Banyuwangi Pererat Persaudaraan

Sajian kopi ini tersebar di setiap halaman rumah warga Desa Kemiren sepanjang 2 kilometer. Para warga desa, mengenakan pakaian adat Osing, dengan penuh keramahan menyuguhkan kopi kepada para tamu menggunakan cangkir khusus yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Warga Banyuwangi saat menikmati sajian kopi yang disuguhkan Suku Oseng.

Banyuwangi, HB.net - Desa Kemiren dipadati ribuan orang yang berkumpul di jalan utama untuk menikmati sajian kopi yang disuguhkan masyarakat suku Osing dalam tradisi Ngopi Sepuluh Ewu, Desa Adat Kemiren, Banyuwangi, Sabtu malam (04/11/2023).

Sajian kopi ini tersebar di setiap halaman rumah warga Desa Kemiren sepanjang 2 kilometer. Para warga desa, mengenakan pakaian adat Osing, dengan penuh keramahan menyuguhkan kopi kepada para tamu menggunakan cangkir khusus yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Kopi yang disajikan bervariasi, mulai dari arabika, robusta, hingga house blend. Disertai pula dengan beragam jajanan tradisional yang menemani saat menyeduh dan menyeruput kopi.

Ngopi Sepuluh Ewu bukan sekadar ajang minum kopi bersama, melainkan pertunjukan budaya yang mencerminkan keramahan dan kemurahan hati warga Osing.

“Kopinya disajikan gratis, kami hanya meminta pengunjung untuk membayar makanan sebagai pengganti bahan. Filosofi kami adalah lungguh, gupuh, dan suguh. Ketika ada tamu, kami mengundang mereka untuk duduk (lungguh), menyiapkan dan menyajikan makanan (gupuh dan suhuh),” ujar Salah seorang warga setempat, Ahmad.

Acara ini juga dihadiri warga dari berbagai daerah di Banyuwangi. Event ini menjadi momen berkumpul dengan kerabat di akhir pekan. Ngopi Sepuluh Ewu juga berhasil menarik perhatian wisatawan mancanegara, seperti Patrick O’Brien, yang berasal dari Irlandia. Patrick merasa senang dapat menghadiri Festival Ngopi Sepuluh Ewu ini.

"Ini adalah pengalaman yang luar biasa. Saya bisa mencicipi kopi Indonesia yang lezat dan beragam, serta merasakan keramahan dan kehangatan warga desa Kemiren. Saya juga banyak belajar tentang budaya dan tradisi suku Osing yang unik dan menarik. Saya merasa seperti menjadi bagian dari keluarga besar di sini,” ungkapnya.

Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menjelaskan, selain menjadi bagian dari tradisi, Ngopi Sepuluh Ewu juga bertujuan untuk mendukung sektor ekonomi kreatif yang berbasis pada kopi.

"Banyuwangi memiliki potensi kopi yang luar biasa, dan banyak anak muda yang mengembangkannya dengan kemasan yang menarik. Festival ini menjadi kesempatan untuk mempromosikan kopi Banyuwangi ke pasar nasional dan internasional," ujarnya.

Kepala Desa Kemiren, Muhamad Arifin, menegaskan, Ngopi Sepuluh Ewu digelar bersamaan dengan perayaan Hari Jadi Desa Kemiren pada 5 November.

"Kami dengan sengaja mengundang seluruh masyarakat Banyuwangi dan para wisatawan untuk merasakan kehangatan dan persaudaraan saat setiap teguk kopi kita nikmati," jelas Arifin. (guh/diy)