Tiga Tahun Gubernur Khofifah, Wagub Emil Pimpin Jatim, Provinsi Terbaik Timdu Penanganan Konflik Sosial

Penghargaan tersebut yakni sebagai Pemerintah Provinsi terbaik tim terpadu (timdu) penanganan konflik sosial tingkat nasional tahun 2020, yang sebelumnya juga diraih pada tahun 2019.

Tiga Tahun Gubernur Khofifah, Wagub Emil Pimpin Jatim, Provinsi Terbaik Timdu Penanganan Konflik Sosial

Surabaya, HB.net -  Provinsi Jawa Timur secara berturut-turut kembali menorehkan  prestasinya pasca kepemimpinan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Terhitung sejak dilantik pada Februari 2019 lalu,  Gubernur Khofifah telah menerima penghargaan sebanyak dua kali  dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Penghargaan tersebut yakni sebagai Pemerintah Provinsi terbaik  tim terpadu (timdu) penanganan konflik sosial tingkat nasional  tahun 2020, yang sebelumnya juga diraih pada tahun 2019.

Kepala Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur R Heru Wahono Santoso,  S.Sos., MM mengatakan, keberhasilan Gubernur Khofifah dalam  melakukan upaya penanganan konflik sosial tersebut tidak terlepas dari sinergitas dengan seluruh stakeholder.

Dalam rangka meningkatkan sinergitas antar Lembaga/Instansi/OPD  terkait dalam melakukan upaya pencegahan dan penanganan konflik  sosial sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2021 tentang Penanganan Konflik Sosial. Undang-undang itu ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang  Penanganan Konflik Sosial, kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Konflik Sosial.

"Menindaklanjuti itu semua, Pemprov Jatim membentuk Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial tingkat Provinsi  hingga Kabupaten/Kota,"kata Heru.

Heru melanjutkan, tidak hanya ketika terjadi konflik, namun juga  diagendakan pertemuan rutin khusus guna membicarakan potensi  konflik yang tengah berkembang di masyarakat yang minimal  dilakukan 1 kali dalam 1 bulan.

"Sehingga dapat mengetahui upaya antisipasi yang perlu dilakukan  untuk mencegah potensi konflik berkembang menjadi konflik  sosial," ujar Heru di kantornya, Rabu (16/2).

Dalam mengoptimalkan upaya penanganan konflik sosial di daerah,  selain membentuk Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Provinsi  Jawa Timur, Gubernur Khofifah juga selalu bersinergi dan  berkolaborasi dengan Forum Koordinsi Pimpinan Daerah  (Forkopimda) serta terus membangun komunikasi dengan masyarakat.

"Ibu Gubernur terus melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan  seluruh stakeholder di wilayah Provinsi Jawa Timur karena  penanganan konflik di Jawa Timur perlu upaya yang komprehensif mengingat demografi Jawa Timur tergolong memiliki kepadatan  penduduk yang cukup tinggi, serta secara geografis memiliki  wilayah yang begitu luas," jelas Heru kemudian.

Berdasarkan peta sosial budaya, lanjut Heru, penduduk di Jawa  Timur terbagi ke dalam 4 wilayah yaitu wilayah Mataraman  sebanyak 45 persen, wilayah Madura 30 persen, wilayah Arek 20  persen, dan wilayah Osing 5 persen. Melihat peta sosial budaya  tersebut, menunjukan bahwa konflik yang terjadi di masyarakat  tidak dapat diselesaikan dengan cara yang sama antara 1 wilayah  dengan wilayah yang lain, sehingga perlu berkolaborasi dengan  kearifan lokal yang ada di daerah.

"Penanganan potensi konflik sosial di daerah memerlukan  penanganan yang komprehensif dan strategis agar tidak menjadi  konflik yang lebih besar hingga mengganggu stabilitas keamanan  di masyarakat," terang dia.

Heru mengungkapkan, upaya pencegahan dan penanganan konflik  sosial tidak hanya dilakukan di tingkat provinsi, namun juga di  tingkat kabupaten/kota, kecamatan hingga desa. Apabila terjadi  konflik di masyarakat maka upaya penanganannyapun juga  berjenjang, apabila potensi konflik dapat diredam pada tingkat desa/kelurahan, kecamatan hingga kabupaten/kota maka pemerintah provinsi tidak menindaklanjuti, namun tetap menginventarisir potensi konflik tersebut.

"Keberhasilan Gubernur Jawa Timur dalam memelihara kondusivitas di daerah tidak serta merta terlepas dari peran dari masyarakat, karena masyarakat memilki peran penting untuk menjadi mata, telinga serta pemberi rekomendasi dalam mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanganan konflik sosial di tengah masyarakat dengan membentuk beberapa forum masyarakat," ungkapnya.

Forum-forum tersebut antara lain Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), serta Forum Pembauran Kebangsaan (FPK).

"FKDM memiliki fungsi dalam memberikan rekomendasi kepada Gubernur Jawa Timur terkait segala potensi yang ada di daerah serta arah kebijakan yang perlu dilakukan dalam menyikapi adanya potensi konflik tersebut. Sedangkan FKUB dan FPK memiliki peran penting dalam memelihara kerukunan antar umat beragama dan antar suku budaya," beber Heru. (ian/ns)