Berani Sampaikan Kritikan, KAI Jatim Siap Beri Bantuan Hukum pada Dokter Aditya

Ketua DPD KAI Jatim Abdul Malik, SH, MH mengatakan, tidak seharusnya pihak rumah sakit membuat pernyataan yang membuat dokter tersebut tertekan.

Berani Sampaikan Kritikan, KAI Jatim Siap Beri Bantuan Hukum pada Dokter  Aditya
Abdul Malik, SH, MH, Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Timur. Foto : istimewa.

SURABAYA, HARIANBANGSA.net - Tweet viral yang dibuat dr. Aditya C. Janottama berbuntut panjang. Adanya pernyataan dari pihak rumah sakit (RS) Royal yang bernada ancaman pada dokter ‘whistleblower’ itu justru disayangkan berbagai pihak,  termasuk DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Timur.

Ketua DPD KAI Jatim Abdul Malik, SH, MH mengatakan, tidak seharusnya pihak rumah sakit membuat pernyataan yang membuat dokter tersebut tertekan. Sebab, apa yang disampaikan dokter Janottama justru bisa menjadi informasi berharga bagi banyak pihak untuk melakukan pembenahan penanganaan Covid-19.

“Saya rasa apa yang disampaikan dokter itu kan sebagian pengalamannya sendiri, juga teman-temannya sejawat,” ujar Abdul Malik, Kamis (28/5).

Menurut dia, apa yang disampaikan dr Janottama mestinya bisa jadi bahan evaluasi pemerintah, dalam hal ini tentu Pemkot Surabaya.

“Covid-19 ini persoalan nyawa warga loh. Kalau masalah penanganannya bermasalah dan dikeluhkan oleh tenaga medis, ya harusnya ditindaklanjuti. Jangan buru-buru dicap hoaks dan ditekan,” jelasnya.

Menindaklanjuti beredarnya pernyataan dari pihak RS Royal, Abdul Malik mengakui siap memberikan bantuan hukum pada dr Janottama. Hal itu ia lakukan sebagai bentuk dukungan agar dokter dan tenaga medis lainnya berani bersuara, demi penanganan covid-19 yang lebih baik.

“Kasihan lho mereka itu (dokter dan tenaga medis) nyawanya sudah dikorbankan ketika menangani Covid-19, masak ketika mereka sambat, malah ditekan,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, dr. Aditya dalam utasnya pada Selasa (26/5) lalu, mengungkapkan sejumlah kelemahan Pemkot Surabaya dalam penanganan Covid-19. Mulai bantuan alat pelindung diri, rendahnya ketegasan dalam pelaksanaan PSBB, maupun penyemprotan yang dinilai tidak efektif. (mdr/ns)